BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sekarang ini, dunia usaha semakin berkembang dan
membutuhkan pengelolaan yang semakin baik dan sehat. Etika bisnis tidak
disangkal lagi memiliki peran yang sangat besar dalam hal tersebut. Menerapkan
etika bisnis secara konsisten sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat,
efisien dan transparan merupakan salah satu sumbangsih besar yang dapat
diberikan oleh dunia usaha untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan mampu memberikan manfaat yang besar bagi seluruh stakeholder-nya.
Saat ini seringkali muncul pertanyaan apakah etika
bisnis merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan dalam menjalankan
kegiatan bisnisnya. Etika bisnis dianggap sebagai suatu hal yang merepotkan
yang seandainya tidak diindahkan pun suatu bisnis tetap dapat berjalan dengan
baik dan memberikan keuntungan.
Berangkat dari hal itu, peran etika sangat besar dalam
melakukan kegiatan bisnis, maka sudah selayaknya perusahaan menerapkan suatu
prinsip Good Corporate Governance yang dapat digunakan sebagai
salah satu alatnya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang
menjadi permasalahan etika dalam bisnis ?
2. Apa yang
dimaksud dengan Etika Bisnis ?
3. Apa
sebenarnya yang dimaksud dengan Good Corporate Governance ?
4. Apa saja
yang menjadi prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance?
5. Bagaimana
peranan etika bisnis dalam penerapan Good Corporate Governance ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan tentang permasalahan etika dalam bisnis.
2.
Mendeskripsikan tentang Etika Bisnis.
3.
Mendeskripsikan pengertian dari Good Corporate
Governance.
4.
Memahami apa yang menjadi prinsip-prinsip dari Good
Corporate Governance.
5.
Memahami peranan etika bisnis dalam penerapan Good
Corporate Governance.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Permasalahan Etika dalam Bisnis
Beberapa waktu yang lalu ada dua berita yang
mempertanyakan apakah etika dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan.
Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan
eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang
diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang penggunaannya
sejak tahun 2004.
Dalam kasus Lapindo, bencana memaksa penduduk
harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan
aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang
ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat sudahmeminta maaf dan
berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan
produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu terkesan tidak
sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran.
Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan
melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan
dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut
serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari
kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia
melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam
bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan
kepada pemegang saham.
Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah
menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu
membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya
melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin
ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan
mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun, belakangan beberapa akademisi
dan praktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara etika
dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini,
reputasi baik merupakan sebuahcompetitive advantage yang sulit
ditiru.
Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah
bagaimana Johnson & Johnson (J&J) menangani kasus keracunan
Tylenol tahun 1982. Pada kasus itu,tujuh orang dinyatakan mati secara
misterius setelah mengonsumsi Tylenol di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata
Tylenol itu mengandung racun sianida.
Meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui
pihak yang bertanggung jawab, J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol
di pasaran dan mengumumkan agar konsumen berhenti mengonsumsi produk itu
hingga pengumuman lebih lanjut. J&J bekerja sama dengan polisi, FBI,
dan FDA (BPOMnya Amerika Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya
membuktikan, keracunan itu disebabkan oleh pihak lain yang memasukkan
sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang dikeluarkan J&J dalam kasus
itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan tanggung
jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun reputasi
bagus yang masih dipercaya hingga kini.
Begitu kasus itu diselesaikan, Tylenol dilempar
kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu segera
kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di Amerika Serikat. Secara
jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan konsumen di
atas kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih besar kepadaperusahaan.
Doug Lennick dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006)
penulis bukuMoral Intelligence, berargumen
bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki pemimpin yang menerapkan standar
etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang. Hal
sama juga dikemukakan miliuner Jon MHuntsman, 2005 (dalam Itpin, 2006) dalam
buku Winners Never Cheat. Dikatakan,kunci utama kesuksesan adalah reputasinya
sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak
lain. Berkaca pada beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita
merenungkan kembali cara pandang lama yangmelihat etika dan bisnis sebagai dua
hal berbeda. Memang beretika dalam bisnis tidak akan memberi keuntungan segera.
Karena itu, para pengusaha dan praktisibisnis harus belajar untuk berpikir
jangka panjang.
Disini peran masyarakat, terutama melalui pemerintah,
badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang kritis amat dibutuhkan
untuk membantu meningkatkan etika bisnis berbagai perusahaan di Indonesia.
B.
Pengertian Etika Bisnis
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah
cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya
ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil , sesuai dengan
hukum yang berlaku tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan
di masyarakat.
Etika bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan
dalam dunia bisnis (Lozano, 1996). Istilah etika bisnis mengan-dung pengertian bahwa etika bisnis merupakan
sebuah rentang aplikasi etika yang
khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku bisnis. Epstein (1989) menyatakan etika bisnis
sebagai sebuah perspektif analisis etika di dalam bisnis yang menghasilkan
sebuah proses dan sebuah kerangka
kerja untuk membatasi dan mengevaluasi tindakan-tindakan individu, organisasi,
dan terkadang seluruh masyarakat sosial. Menurut David (1998), etika bisnis adalah aturan main
prinsip dalam organisasi yang menjadi pedoman membuat keputusan dan tingkah
laku. Etika bisnis adalah etika
pelaku bisnis. Pelaku bisnis tersebut bisa saja manajer, karyawan, konsumen, dan masyarakat.
Etika bisnis merupakan produk pendidikan etika
masa kecil, namun tetap dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya. Sebagian besar pakar psikologi berkeyakinan bahwa penanaman awal nilai-nilai kedisiplinan, moral, etika yang dilakukan pada masa balita akan sangat
berpengaruh terhadap pembentukan
persepsi hati nurani seseorang tatkala ia mulai beranjak dewasa (Faisal Afiff, 2003). Lingkungan bisnis
dapat merontokkan etika individu dan
sebaliknya etika individu dapat mempengaruhi lingkungan bisnis tergantung mana
yang kuat. Terjadinya krisis multi dimensional beberapa tahun terakhir menjadikan etika bisnis sebagai sorotan dan perhatian dari masyarakat dan para pengamat.
Tuntutan masyarakat akan etika dan
tolok ukur etika meningkat, hal ini disebabkan pula oleh peng-ungkapan dan publikasi, kepedulian publik,
regulasi pemerintah, kesadaran CEO
akan etika dan profesionalisme bisnis meningkat (Hoesada, 1997).
Etika bisnis adalah bisnis setiap orang di setiap hari, sehingga etika bisnis termasuk semua manajer dan hubungan bisnis mereka serta tindakan-tindakan mereka.
Etika bisnis adalah tuntutan harkat etis manusia dan tidak bisa ditunda
sementara untuk membenarkan tindakan dan sikap tidak adil, tidak jujur dan
tidak bermoral.
Sebagai cabang dari filsafat
etika, maka etika dalam aktivitas bisnis tidak lain
merupakan penerapan prinsip-prinsip etika dengan pendekatan filsafat
dalam kegiatan dan program bisnis. Karenanya semua teori tentang etika dapat dimanfaatkan untuk membahas tentang
etika dalam aktivitas bisnis. Aspek yang dominan dari semua kata etika dalam
aktivitas bisnis bermuara pada
perilaku bermoral.
Etika dalam arti sebenarnya dianggap sebagai acuan
yang menyatakan apakah tindakan, aktivitas
atau perilaku individu bisa dianggap baik atau tidak. Karenanya etika bisnis sudah tentu mengacu
dan akan berbicara mengenai
masalah baik atau tidak baiknya suatu aktivitas bisnis. Dalam etika bisnis akan diuji peranperan dan prinsip etika
dalam konteks komersial/bisnis. Moral
selalu berkaitan dengan tindakan manusia yang baik dan yang buruk sesuai dengan ukuran-ukuran yang diterima
umum dalam suatu lingkungan
sosial tertentu. Dalam hal ini ukuran baik dan buruk manusia adalah manusia bukan sebagai pelaku peran
tertentu, dengan menggunakan norma
moral, bukan sopan santun atau norma hukum.
Moral (Moralitas) adalah khas
manusia dan karenanya moralitas merupakan
dimensi nyata dalam hidup manusia, baik perorangan maupun sosial
(masyarakat).Tanpa moralitas dalam menjalan usaha bisnis maka kehidupan bisnis menjadi chaos, tiada keteraturan
dan ketenteraman dan pada
gilirannya dunia bisnis menjadi sadis dan saling mematikan.
Mengacu kepada batasan etika dari
berbagai pandangan ahli yang telah
dikemukakan, maka peran etika adalah membahas dan menunjuk alternatif pemecahan masalah bisnis yang berlandaskan nilai-nilai moralitas
dalam suatu kegiatan bisnis. Landasan yang digunakan dalam hal ini adalah prinsip-prinsip, nilai dan norma-moral yang terwujud dalam sikap dan perangai (akhlak) para pelaku bisnis dalam penyelenggaraan usaha
bisnisnya dengan menjunjung tinggi
partisipan bisnisnya.
Pada dasarnya etika bisnis
menyoroti moral perilaku manusia yangmempunyai
profesi di bidang bisnis dan dimiliki secara global oleh perusahaan secara umum, sedangkan perwujudan dari etika bisnis yang
ada pada masing-masing perusahaan akan terbentuk dan
terwujud sesuai dengan kebudayaan perusahaan
yang bersangkutan. Etika bisnis ini akan muncul ketika
masing-masing perusahaan berhubungan dan berinteraksi satu sama lain sebagai sebuah satuan stakeholder. Tujuan etika
bisnis disini adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk
menjalankan bisnis dengan "baik dan
bersih".
C.
Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.
117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan
bahwa Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan
pengertian diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai
tambah (value added) bagi stakeholder.
Malaysian Finance Committe on Corporate Govesrnance memberikan
definisi yang lebih luas mengenai konsep Good Corporate Governance. Good
Corporate Governance merupakan suatu proses dan struktur yang
digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta akuntabilitas korporasi
dengan tujuan untuk meningkatkan nilai saham dalam jangka panjang serta
memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan (stakeholder). Good
Corporate Governance sering disebut sebagai sebuah pola hubungan,
sistem dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai
tambah secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku (Tjager, 2005).
Good Corporate Governance merupakan
tata kelola perusahaan yang memiliki agenda yang lebih luas lagi dimasa yang
akan datang. Fokus dari akuntabilitas perusahaan yang semula masih
terkonsentrasi atau berorientasi pada para pemegang saham (stockholder), sekarang
menjadi lebih luas dan untuk tata kelola perusahaan juga harus memperhatikan
kepentingan stakeholder. Akibat yang muncul dari pergeseran
paradigma ini, tata kelola perusahaan harus mempertimbangkan masalah corporate
social responsibility (CSR).
D.
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Sebagai sebuah sistem, proses, struktur dan aturan
yang memberikan suatu nilai tambah bagi perusahaan, Good Corporate
Governance memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Keadilan (Fairness)
Keadilan adalah kesetaran perlakuan dari perusahaan
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi
yang seharusnya. Dalam hal ini yang ditekankan agar pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan terlindungi dari kecurangan serta
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam. Prinsip ini diwujudkan
antara lain dengan membuat peraturan korporasi terhadap konflik kepentingan
minoritas, membuat pedoman perilaku perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang
melindungi korporasi terhadap konflik kepentingan, menetapkan peran dan
tanggungjawab dewan komisaris, direksi dan komite termasuk sistem remunerasi,
menyajikan informasi secara wajar.
2. Transparansi/Keterbukaan (Transparency)
Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan
suatu proses kegiatan perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan
waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan,
pengawasan, keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya).
Dengan transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami
bagaimana suatu perusahaan dikelola. Namun hal tersebut tidak berarti
masalah-masalah yang strategis harus dipublikasikan, sehingga akan mengurangi
keunggulan kompetitif perusahaan.
Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut
berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang
mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2002),
transparansi menunjukkan proses keterbukaan dari para pengelola manajemen,
utamanya manajemen publik untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya
sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang.
Jadi dalam proses transparansi informasi masyarakat
dapat melihat mengenai apa yang sedang dilakukan dengan menyebarluaskan rencana
anggaran, rencana hasil, undang-undang dan peraturan.(Ackerman, 2006) adapun
indikator-indikator transparansi yang telah ditetapkan oleh Kementrian BUMN,
dibedakan menjadi dua yaitu indikator untuk BUMN yang statusnya telah menjadi
PT Terbuka (Tbk.) dan indikator untuk BUMN yang statusnya masih PT biasa.
3. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas
pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh
seluruh organ perusahaan termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan
erat dengan perencanaan yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari
kegiatan perusahaan harus sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan
laporan keuangan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat,
mengembangkan komite audit dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh
dewan komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal
audit sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best practice bukan
sekedar audit.
Perbedaan GCG
Pada Perusahaan Publik & Non Publik
No.
|
Aspek
|
Perusahaan
|
|
Publik
|
Non Publik
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Informasi
Keuangan
Pemakai
Informasi
Perlindungan
Investor
Jasa
Akuntan Publik
Pemegang
saham
Pemisahan
Manajemen dan Pemilik
|
Harus
Terbuka
Masyarakat
Luas
Mutlak dan
diwajibkan Pemerintah
Mutlak
diperlukan
Menyebar
dan turn over tinggi
Penting
|
Tidak
Terbuka
Kalangan
Terbatas
Tidak
Mutlak
Tidak
Mutlak
Terbatas
dan turn over rendah
Tidak
terlalu Penting
|
Sumber:
kementrian BUMN RI Program Pembinaan BUMN: Privatisasi BUMN, GCG, Pembinaan Usaha
Kecil Kementrian Negara BUMN RI, Jakarta, 2004.
4. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran
bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari
akan adanya tanggungjawab sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi
profesional dan menjunjung citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
5. Keterbukaan dalam Informasi (Disclosure)
Disclosure adalah keterbukaan dalam
mengungkapkan informasi yang bersifat material dan relevan mengenai perusahaan
harus dapat memberikan informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu
mengenai kinerja perusahaan. Hal tersebut terutama untuk perusahaan yang
sudah go public, dimana pemegang saham sangat berkepentingan dengan
informasi kinerja perusahaan tersebut berada.
6. Kemandirian (Independency)
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan
bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme
korporasi. (Siregar, 2004)
Untuk membuat Good Corporate Governance dapat
terlaksana sebagaimana mestinya, menurut Keasey dan Wright (dalam Siregar,2004)
dibutuhkan lima elemen yang saling berpadu, yaitu:
1. Tersedianya
landasan hukum atau jaminan hukum,
2. Ditegakannya
akuntabilitas,
3. Adanya
fungsi pengawasan atas kinerja kompensasi dan sistem pengangkatan Direksi,
4. Adanya
Direksi sebagai eksekutif atau penyelenggara perusahaan,
5. Adanya manajemen
sebagai pelaksana kegiatan operasional perusahaan.
E.
Kebijakan GCG
Kebijakan Good Corporate Governance ("Kebijakan
") ini disusun dengan tujuan agar Kebijakan ini menjadi acuan bagi
pelaksanaan good corporate governance di Perusahaan. Sesuai
dengan tujuan tersebut, pada hakikatnya Kebijakan ini dimaksudkan berlaku bagi
semua jenis perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia.
Meskipun pada awalnya hanya Perseroan Terbuka, Badan
Usaha Milik Negara dan perusahaan yang menggunakan atau mengelola dana publik
saja yang harus mempelopori penerapan Kebijakan ini, namun semua perusahaan
yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia juga
diharapkan dapat menerapkan kebijakan ini dengan secepat mungkin. Kebijakan ini
disusun dengan metode yang memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian
standar good corporate governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi
perusahaan, bukan dengan pendekatan yang preskriptif melalui pemberlakuan
peraturan perundang-undangan.
F. Peranan
Etika Bisnis dalam Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code
of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu
prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan
& pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang
terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan.
Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam
budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang
boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk
kategori pelanggaran hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan
& pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan
memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa
nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu
kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik
yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja.
Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan
(action).
Berikut beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang
harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain
masalah informasi rahasia,benturan kepentingan (conflict of interest)
dan sanksi.
1)
Informasi
rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat
menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan
informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat
dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan
pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa
kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi
informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu
karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan
informasi rahasia yang diterima dari pihak lain.
Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga
hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar
integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari
memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari
kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari
karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
2)
Benturan
Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan
harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict
of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul
bila karyawan &pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun
tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan
tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi
kepentingan terbaik dari perusahaan.
Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri
dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan.
Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa
bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera
melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya
(atasannya) yang lebih tinggi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pelaksanaan Good Corporate Governance memerlukan
perangkat pendukung yang memungkinkan prinsip-prinsip yang terkandung
didalamnya yaituFairness, Transparency, Accountability, Responsibility,
Disclosure danIndependence dapat diterapkan dengan
baik. Good Corporate Governanceberperan untuk memastikan atau
menjamin bahwa manajemen dilaksanakan dengan baik. Untuk itu diperlukan suatu
perangkat yang memenuhi hal-hal tersebut dan penggunaannya sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
Kesimpulannya, disadari atau tidak, penerapan Good
Corporate Governancedalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran
yang sangat besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu
kebutuhan yang harus terpenuhi. Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG
mencerminkan etika bisnis yang dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya.
Etika bisnis yang baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk
membuatnya tetap berdiri kokoh dan tahan terhadap segala macam serangan
ketidakstabilan ekonomi.
B.
Saran
Saran untuk perusahaan yang khususnya bergerak dalam
sektor publik, alangkah baiknya menerapkan Good Corporate Governance (GCG).
Tujuannya agar perusahaan dengan mudah dalam meningkatkan kinerja seluruh
karyawan perusahaan, sehingga dapat menciptakan nilai tambah tersendiri bagi
perusahaan tersebut
DAFTAR REFERENSI
Dewi Kurniaty. 2008. Penerapan
Etika Bisnis melalui Prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Jurnal
Universitas Paramadina. Volume 05, No. 03. Hal. 221 – 231
Ernawan, Erni. 2011. Business
Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung
Jurnal Keuangan & Perbankan
(JKP), Vol. 2 No.1, Desember 2005, Hlm.49 – 58, ISSN : 1829-9865.
http://www.google.com
0 galau-ers:
Post a Comment