PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagai warga negara yang baik, setia kepada nusa dan
bangsa, sudah seharusnyalah kita mempelajari
dan menghayati pandangan hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar filsafat
negara, seterusnya untuk diamalkan dan dipertahankan. Pancasila selalu menjadi
pegangan bersama bangsa Indonesia, baik ketika negara dalam kondisi yang aman
maupun dalam kondisi negara yang terancam. Hal itu terbukti dalam
sejarah dimana pancasila selalu menjadi pegangan ketika terjadi krisis nasional
dan ancaman terhadap eksistensi bangsa indonesia.
Pancasila merupakan cerminan dari karakter
bangsa dan negera Indonesia
yang beragam. Semua itu dapat diterlihat dari fungsi dan kedudukan pancasila,
yakni sebagai:
- Jiwa bangsa indonesia.
- Keribadian bangsa.
- Pandangan hidup bangsa.
- Sarana tujuan hidup bangsa indonesia.
- Pedoman hidup bangsa indonesia.
Oleh karena itu, penerapan pancasila dalam setiap
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting dan mendasar oleh setiap
warga negara, dalam segala aspek kenegaraan dan hukum di Indonesia. Pengamalan
pancasila yang baik akan mempermudah terwujudnya tujuan dan cita-cita bangsa
Indonesia.
B. Rumusan masalah
1. Pedoman Pengamalan pancasila
2. Pola pelaksanaan pedoman pelaksanaan pengamalan
pancasila
3. Realisasi pengamalan
pancasila dalan bidang ekonomi, budaya, pendidikan, dan Ilmu
pengetahuan dan teknologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pedoman Pengamalan Pancasila
Pedoman dalam penghayatan dan pengamalan pancasila
dituangkan dalam ketetapan No.II/MPR/1978. Penjabaran ketetapan MPR itu adalah
(Noor Ms. Bakry: 1994, 183-185):
1. Sila ketuhanan Yang Maha Esa
1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agamanya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama antar pemeluk agama dan
penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3) Mengembangkan saling hormat menghormati kemerdekaan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
4) Menghargai setiap bentuk ajaran agama,
dan tidak boleh memaksakan suatu agama dan
kepercayaan kepada orang lain.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
1) Mengakui dan memperlakukan manusia dengan harkat
dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memandang persamaan derajat, hak dan kewajiban
antara sesama manusia tanpa membedakan suku, turunan dan kedudukan sosial.
3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama
manusia, tepa selira dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
4) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar
melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan berani membela kebenaran dan
keadilan.
5) Merasa sebagai bagian dari seluruh umat manusia dan
karena itu berkewajiban mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa-bangsa lain.
3. Sila persatuan indonesia
1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2) Cinta tnah air dan bangsa Indonesia, sehingga
sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa, apabila
diperlukan.
3) Bangga sebagai bangsa Indonesia ber-Tanah air
Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dunia.
4) Mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan atas
dasar Bhinneka Tunggal Ika dalam memajukan pergaulan hidup bersama.
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
1) Sebagai warga negara dan warga-masyarakat Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sma dalam.
2) Keputusan yang menyangkut kepentingan bersama
terlabih dahulu diadakan musyawarah, dan keputusan musyawarah diusahakan secara
mufakat, diliputi oleh semangat kekeluargaan.
3) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil
keputusan musyawarah dan melaksanakannya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab.
4) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan hati
nurani yang luhur, dengan mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, serta
tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
5) Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Sila keadilan bagi seluruh rakyat indonesia
1) Menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat indonesia.
2) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur
menceminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
3) Bersikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban serta menghormati ha-hak orang lain.
4) Memupuk sikap suka memberi pertolongan kepada orang
lain yang membutuhkan agar dapat berdiri sendiri, tidak menggunakan hak milik
untuk pemerasan, pemborosan, bergaya hidup mewah dan perbuatan lain yang
bertentangan dan merugikan kepentingan umum.
5) Memupuk sikap suka bekerja keras dan menghargai
karya orang lain yang bermanfaat, serta bersama-sama mewujudkan kemajuan yang
merata dan kesejahteraan bersama.
B. Pola Pelaksanaan Pedoman Pengamalan Pancasila
Pola pelaksanaan pedoman pelaksanaan pengamalan
pancasila dilakukan agar Pancasila sungguh-sungguh dihayati dan diamalkan oleh
segenap warga negara, baik dalam kehidupan orang seorang maupun dalam kehidupan
kemasyarakatan. Oleh sebab itu, diharapkan lebih terarah usaha-usaha pembinaan
manusia Indonesia agar menjadi insan Pancasila dan pembangunan bangsa untuk
mewujudkan masyarakat Pancasila.
1. Jalur-jalur yang digunakan
1) Jalur pendidikan
Pendidikan memegang
peranan yang sangat penting dalam pengamalan Pancasila, baik pendidikan formal
(sekolah-sekolah) mapun pendidikan nonformal
(di keluarga dan lingkungan masyarakat), keduanya sangat erat kaitanya dengan
kehidupan manusia.
Dalam pendidikan formal
semua tindak-perbuatannya haruslah mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Dalam pendidikan
keluarga pengamalan Pancasila harus ditanamkan dan dikembangkan sejak anak-anak
masih kecil, sehingga proses pendarah-dagingan nilai-nilai Pancasila dengan
baik dan menuntut suasana keluarga yang mendukung. Lingkungan masyarakat juga
turut menentukansehingga harus dibina dengan sungguh-sungguh supaya menjadi
tempat yang subur bagi pelaksanaan pengamalan Pancasila.
Melalui pendidikan inilah
anak-anak didik menyerap nilai-nilai moral Pancasila. Penyerapan nilai-nilai
moral Pacasila diarahkan berjalan melalui pemahaman dari pemikiran dan dan
pengamalan secara pribadi. Sasaran pelaksanaan pedomaan pengamalan Pancasila
adalah perorangan, keluarga, masyarakat, baik dilingkungan tempat tinggal
masing-masing, maupun di lingkungan tempat bekerja.
2) Jalur media massa
Peranan media massa sangat menjanjikan karena pengaruh
media massa dari dahulu sampai sekarang sangat kuat, baik dalam pembentukan
karakter yang positif maupun karakter yang negatif, sasaran media massa sangat
luas mulai dari anak-anak hingga orang tua. Sosialisasi melalui media massa
begitu cepat dan menarik sehingga semua kalangan bisa menikmati baik melalui
pers, radio, televisi dan internet. Hal itu membuka peluang besar golongan
tertentu menerima sosialisasi yang seharusnya belum saatnya mereka terima dan
juga masuknya sosialisasi yang tidak bersifat membangun. Media massa adalah jalur
pendidikan
dalam arti luas dan peranannya begitu penting sehingga perlu mendapat
penonjolan tersendiri sebagai pola pedoman pengamalan Pancasila. Sehingga dalam
menggunakan media massa tersebut harus dijaga agar tidak merusak mental bangsa
dan harus seoptimal mungkin penggunaannya untuk sosialisasi pembentukan
kepribadian bangsa yang pancasilais. Jadi, untuk sosialisasi-sosialisasi yang
mengancam penanaman pengamalan Pancasila harus disensor.
3) Jalur organisasi sosial politik
Pengamalan Pacansila harus diterapkan dalam setiap
elemen bangsa dan negara Indonesia. Organisasi sosial politik adalah wadah
pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahliannya,
peran dan tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi
sosial politik seperti para pegawai Republik Indonesia harus mengikuti pedoman
pengmalan Pancasial agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain warga
negara Indonesia, abdi masyarakat juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu
maka segala kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa
Indonesia akan terwujud.
2. Penciptaan suasana yang menunjang
1) Kebijaksanaan pemerintah dan peraturan
perundang-undangan
Penjabaran kebijaksanaan pemerintah dan
perundang-undangan merupakan salah satu jalur yang dapat memperlancar
pelaksanaan pedoman pengamalan pancasila dimana aspek sanksi atau penegakan
hukm mendpat penekanan khusus.
2) Aparatur negara
Rakyat hendaklah berpartisipasi aktif di dalam
menciptakan suasana dan keadaan yang mendorong pelaksanaan pedoman pengamalan
Pancasila. Dan aparatur pemerintah sebagai pelaksana dan pengabdi kepentingan
rakyat harus memahami dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di dalam
masyarakat. Sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pengamalan Pacasila perlu
disediakan dan memfungsikan lembaga-lembaga kenegaraan, khususnya lembaga
penegak hukum dalam menjamin hak-hak warga negaranya dan melindungi dari
perbutan-perbuatan tercela.
3) Kepemimpinan dan pemimpin masyarakat
Peranan kepemimpinan dan pemimpin masyarakat, baik
pemimpin formal
maupun informal sangat penting dalam pelaksanaan pedoman
pengamalan. Mereka dapat menyampaikan bagaimana pola Dengan pelaksanaan pedoman
pengamalan Pancasila dan menyuruh bawahan atau umatnya untuk mengikuti pola
pedoman pelaksanaan Pancasila. begitu Pengamalan pancasila akan tetep lestari.
C. Pengamalan pancasila secara subjektif dan Objektif
1. Pengamalan secara objektif
Pengamalan pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan
dalam bentuk realisasi dalam setiap penyelengaraan negara, baik di bidang
legislatif,eksekutif, maupun yudikatif. Dan semua bidang kenegaraan terutama
realisasinya dalam bentuk peraturan perudang-undangan negara Indonesia antara
lain sebagai berikut :
1) Tafsiran UUD 1945, harus dapat dilihat dari sudut
dasar filsafat negara pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945
alenia IV
2) Pelaksanaan UUD 1945 dalam undang-undang harus
mengingat dasar-dasar pokok pikiran tercantum dalam dasar filsafat negara
Indonesia
3) Tanpa mengurangi sifat undang-undang yang tidak
dapat diganggu gugat, iterprestasi pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur
yang terkandung dalam dassaar filsafat negara.
4) Interprestasi pelaksanaan undang-undang harus
lengkap dan menyeluruh, meliputi seluruh perundang-undangan dibawah
undang-undang dan keputusan-keputusan administratif dari tingkat penguasa
penguasa negara, mulai dari pemerintah pusat sampai dengan dengan alat-alat
perlengkapan negara di daerah, keputusan-keputusan pengadilan serta alat
perlengkapnya,begitu juga meliputi usaha kenegaraan dan ermasuk rakyat.
5) Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan tertip
hukum Indonesia didasarkan atas dan diliputi oleh asas filsafat, politik dan
tujuan negara didasarkan atas asas kerohanian Pancasila.
Hal ini termasuk pokok kaidah negara serta pokok
pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Dalam realisasi pelaksanaan
kongkritnya yaitu dalam setiap penentuan kebijakan dibidang kenegaraan antara
lain :
1) Garis besar haluan negara
2) Hukum, perundang-undangan, dan peradilan
3) Pemerintah
4) Politik dalam dan luar negeri
5) Keselamatan, keamanan,dan pertahanan
6) Kesejahteraan
7) Kebudayaan
8) Pendidikan
2. Pengamalan
secara subjektif
pengamalan pancasila pengamalan pancasila yang
subyektif adalah pelaksanaan dalam pribadi seseorang,warga negara, individu,
penduduk, penguasa, dan orang Indonesia. Pengamalan pancasila yang subyektif
ini justru lebih penting dari pengamalan yang karena pengamalan yang subyektif
merupakan syarat pengamalan pancasila yang obyektif (Notonegoro,1974;44).
Dengan demikian pelaksanaan pancasila yang subyektif ini berkaitan dengan
kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan pancasila. Dalam
pengertian inilah akan terwujud jika suatu keseimbangan kerohanian yang
mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum telah berpadu
menjadi kesadaran wajib moral. Sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang
tidak memenuhi wajib melaksanakan pancasila.
Dalam pengamalan pancasila yang subyektif ini bilamana
nilai-nilai pancasila telah dipahami,diresapi, dan dihayati oleh seseorang maka
orang itu telah memiliki moral pancasila dan jika berlansung terus menerus
sehingga melekat dalam hati maka disebut dengan kepribadian pancasila.
Pengertian kepribadian bangsa Indonseia dapat dikembalikan kepada hakikat
manusia.Telah diketahui bahwa segala sesuatu itu memiliki tiga macam hakikat
yaitu :
Hakikat abstrak, yaitu terdiri atas unsur-unsur yang
bersama-sama menjadikan hal itu ada, dan menyebabkan sesuatu yang sama jenis
menjadi berbeda dengan jenis lain sehingga hakikat ini disebut dengan hakikat
universal. Contoh; jenis manusia, hewan, tumbuhan.
Hakikat pribadi yaitu ciri khusus yang melekat
sehingga membedakan dengan sesuatu yang lain. Bagi bangsa Indonesia hakikat
pribadi ini disebut dengan kepribadian.Dan hakikat pribadi ini merupakan
penjelmaan dari hakikat abstrak.
Hakikat kongkrit yaitu hakikat segala sesuatu dalam
menyatakan kongkrit, dan hakikat ini merupakan penjelmaan dari hakikat abstrak
dan hakikat kongkrit.
Oleh karena
itu bagi bangsa Indonesia, pengertian kepribadian Indonesia ini memiliki beberapa tingkatan yaitu :
1) Kepribadian yang berupa sifat-sifat hakikat
kemanusiaan ”monupluralis”jadi sifat-sifat kemanusiaan yang abstrak umum universal. Dalam
pengertian ini disebut kepribadian kemanusiaan, karena termasuk jenis manusia,
dan memiliki sifat kemanusiaan.
2) Kepribadian yang mengandung sifat kemanusiaan, yang
telah terjelma dalam sifat khas kepribadian bangsa Indonseia (pancasila) dan
ditambah dengan sifat-sifat tetap yang terdapat pada bangsa Indonesia, ciri
khas, karakter, kebudayaan dan lain sebagainnya.
3) Kepribadian kemanusiaan, kepribadian Indonesia
dalam realisasi kongkritnya, setiap orang, suku bangsa, memiliki sifat yang
tidak tetap, dinamis tergantung pada keadaan manusia(Indonesia) perorangan
secara kongkrit.(Notonegoro,1971;169).
Berdasarkan uraian diatas maka pengamalan pancasila
subyektif dari pancasila meliputi pelaksanaan, pandangan hidup, telah
dirumuskan dalam P4(Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila).
D. Realisasi Pengamalan Pancasila dalam Bidang Ekonomi, Budaya,
pendidikan dan Iptek
1. Bidang ekonomi
Ekonomi yang berdasarkan
Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Manusia
tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi semua
kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana orang lain tidak
diharapkan ada atau turut campur. Ekonomi menurut
pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun
terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak
terjadi persaingan bebas yang mematikan (Kaelan, 1996: 193). Dengan demikian
pelaku ekonomi
di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun
sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan.
Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus
berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama
menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan sehingga usaha-usaha kecil dapat
berkembang dan mendukung perekonomian Indonesia menjadi kuat.
2. Bidang budaya
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat
(Soerjono Soekanto, 2005: 172). Begitu luas cakupan kebudayaan tetapi dalam
pengamalan Pancasila kebudayaan bangsa Indonesia adalah budaya ketimuran, yang
sangat menjunjung tinggi sopan santun, ramah tamah, kesusilaan dan lain-lain. Budaya Indonesia
memang mengalami perkembangan misalnya dalam hal Iptek dan pola hidup,
perubahan dan perkembangan ini didapat dari kebudayaan asing yang berhasil
masuk dan diterima oleh bangsa Indonesia. Semua kebudayaan asing yang diterima
adalah kebudayaan yang masih sejalan dengan Pancasila. Walaupun begitu tidak
jarang kebudayaan yang jelas-jelas bertentangan dengan budaya Indonesia dapat
berkembang di Indonesia. Ini menunjukan bahwa filter Pancasila tidak berperan
optimal, itu terjadi karena pengamalan Pancasila tidak sepenuhnya dilakukan
oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu harus ada tindakan lanjut agar budaya bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila.
Pembudayaan Pancasila tidak hanya pada kulit luar budaya misalnya hanya pada
tingkat propaganda, pengenalan serta pemasyarakatan akan tetapi sampai pada tingkat
kemampuan mental kejiwaan manusia yaitu sampai pada tingkat akal, rasa dan
kehendak manusia (Kaelan, 1996: 193).
3. Bidang pendidikan
Pendidikan adalah salah satu piranti untuk membentuk
kepribadian. Maka dari itu pendidikan yang dilaksanakan harus sesuai
diperhatikan. Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila.
Menurut Notonegoro (1973), perlu disusun sistem ilmiah berdasarkan Pancasila
tentang ajaran, teori, filsafat, praktek, pendidikan nasiona, yang menjadi
dasar tunggal bagi penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional. Dengan
begitu diharapkan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud dengan mudah.
Tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan manusia yang beriman, bertaqwa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab.
4. Ilmu pengetahuan dan teknologi
Iptek harus memenuhi etika ilmiah, yang paling
berbahaya adalah yang menyangkut hidup mati, orang banyak, masa depan, hak-hak
manusia dan lingkungan hidup. Di samping itu Ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia
harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila karena Iptek pada dasarnya adalah
untuk kesejahteraan umat manusia. Nilai-nilai Pancasila bilamana dirinci dalam
etika yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, adalah
sebagai berikut (T. Jacob, 1996: 195):
1. Hormat
terhadap hayat, karena semua makhlu hidup yang ad di alam semesta ini adalah
makhluk Tuhan Yang Maha Esa (sila satu).
2. Persetujuan
suka rela untuk eksperimen dengan penerangan yang cukup dan benar tentang guna
akibatnya, karena ilmu pengetahuan dan teknologi adalah demi
kemanusiaan (sila II,IV).
3. Tanggung
jawab sosial ilmu pengetahuan dan teknologi harus lebih
penting dari pada mengejar pemecahan persoalan ilmiah namun mengorbankan
kemanusiaan (sila II, V).
4. Sumber
ilmiah sebagai sumber nasional bagi warga negara seluruhnya (sila III).
Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tenologi harus mendahulukan kepentingan bangsa
dan negara.
5. Alokasi
pemerataan sumber dan hasilnya (sila III, V).
6. Pentingnya
individualitas dan kemanusiaan dalam catur darma ilmu pengetahuan, yaitu
penelitian, pengajaran, penerapan, dsan pengamalannya (sila II, III, V).
7. Pelestarian
lingkungan dengan memperhitungkan generasi mendatang (sila I, II, V).
8. Hak untuk
berbeda dan kewajiban untuk bersatu (semua sila).
9. Pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
mengakibatkan terpisahnya jasmani dan rokhani bagi hayat (semua sila).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bangsa Indonesia mempunyai pancasila sebagai dasar
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, nilai dan norma yang terkandung di
dalamnya merupakan keinginan dari bangsa Indonesia yang harus di amalkan.
Pengamalan Pancasila secara subjektif akan memperkuat pengamalan Pancasila
secara objektif. Pengamalan Pancasila ini harus di lakukan dalam berbagai
bidang kehidupan di negara Indonesia agar Pancasila benar-benar berperan
sebagaimana Fungsi dan kedudukannya dan supaya tujuan serta cita-cita bangsa
Indonesia mudah terwujud.
B. Saran
Dewasa ini pengamalan pengamalan Pancasila semakin
memudar terlebih lagi di era globalisasi, sehingga mengancam mental dan
kepribadian bangsa Indonesia. Hal ini harus segera ditangani dengan cara
meningkatkan penanaman pengamalan Pancasila melalui pendidikan yang seutuhnya,
jadi tidak sebatas teori tetapi juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari setiap warga negara akan pentingya
pengamalan pancasila dan mempertahankannya.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani Purwastuti, dkk. 2002. Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: UNY Press.
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Ms Bakry, Noor. 1994. Pancasila Yuridis Kenegaraan.
Yogyakarta: Liberty.
Soerjono Soekanto. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
0 galau-ers:
Post a Comment